Sabtu, 25 April 2009

KUMPUL DI TAMAN PUISI

TERLENA

Waktu terus berjalan datang dan pergi silih berganti
tinggalkan kisah yang berbeda
bagaikan air yang terus mengalir
mengikis tepian usia
sewaktu pagi aku terlelap dalam tidur
terlena oleh buaian mimpi
berhias angan dan hayalan semu
ketika aku terjaga
kusapa hari ternyata siang
dimana banyak pohon-pohon tua telah tumbang
burung-burung telah terbang,
pergi tinggalkan sarang
aku bingung seakan linglung
tak tau akan arah
kemana aku mesti melangkah
hanya mengeluh dan mendesah
menuai mimpi yang telah usai
rasa risau dan cemas bercampur aduk menyambut datangnya sore


AKU

Akan aku biarkan ranting kering jatuh dengan sayunya
toh'tak membuat pilu hatimu
aku hanya batu yang berlalu dalam bayangmu
akan aku biarkan kecupan kening
hinggap dengan megahnya
toh'tak membuat merah wajahmu aku hanya pilu yang berlalu bagai sembilu

SUDAH AKU PILIH KATA

sudah aku pilih kata untuk menangkap puisimu
tapi air matamu itu tiada tersentuh isyaratnya
air itu memanjat mencapai puncak deritaku
padahal sudah aku belajarkan diri menanam gurindam menenun pantun di segenag bagian jiwa
sawah tanpa tepi namun mataku gelap tanganku bua tak menjangkau kilau cahya
padahal sudah aku persiapkan hidup menerima rima dunia menempuh riuh kali zaman
namun diantara sesaknya penumpang perahu waktu yang tidur dengan mata terbuka
lidahku beku tubuhku bisu
tak menemukan ruang terang

0 komentar:

Posting Komentar